Industri Baja di Indonesia (2025)
Baru-baru ini, sektor baja Indonesia mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pelaku industri karena tingginya ketergantungan pada impor — sekitar 55% kebutuhan baja nasional masih dipenuhi dari luar negeri. Menanggapi hal ini, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan sejumlah produsen baja lokal berupaya memperkuat produksi dalam negeri, memperketat standar (SNI/SIH), sekaligus memperluas kapasitas produksi agar bisa menyuplai kebutuhan konstruksi, proyek infrastruktur, maupun ekspor.
Mesliii_drs
11/29/20251 min read
Produksi & Ekspor — Peran Produsen dan Supplier
Salah satu bentuk nyata dari peningkatan produksi adalah ekspor besar-besaran — misalnya, PT Krakatau Baja Industri (KBI) melepas ekspor sekitar 54 ribu ton baja putih (cold rolled coil / CRC) ke Spanyol pada September 2025.
Di samping itu, sektor baja tahan karat (stainless steel) juga tumbuh — ekspor produk baja tahan karat Indonesia naik sekitar 7% pada periode Januari–September 2025 dibanding periode sama tahun lalu.
Pemerintah bahkan mendorong produsen global untuk mendirikan pabrik di Indonesia agar memperkuat rantai pasok dan mengurangi ketergantungan impor.
Customer & Permintaan — Dampak ke Pasar Domestik dan Global
Permintaan untuk baja di Indonesia tetap tinggi, terutama di sektor konstruksi dan infrastruktur — sehingga ada potensi besar bagi produsen lokal untuk menggenjot penyerapan produk domestik.
Stabilitas pasokan baja dari produsen lokal — jika berhasil — bisa membantu customer seperti kontraktor, developer, dan industri manufaktur agar tidak terlalu bergantung pada produk impor.
Selain itu, dengan ekspor yang meningkat, produsen Indonesia juga mulai menjangkau pasar global — artinya pelanggan produk baja Indonesia kini bukan cuma domestik, tapi juga eksternal.
Selain itu, dengan ekspor yang meningkat, produsen Indonesia juga mulai menjangkau pasar global — artinya pelanggan produk baja Indonesia kini bukan cuma domestik, tapi juga eksternal.
Tantangan & Langkah ke Depan
Meskipun produksi meningkat, pemanfaatan kapasitas industri baja nasional masih relatif rendah — banyak pabrik yang belum beroperasi penuh karena permintaan domestik belum maksimal dan masih banyak impor. Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku industri mendorong hilirisasi — membuat produk dengan nilai tambah lebih tinggi (tidak sekadar baja mentah), serta memperkuat standar mutu melalui sertifikasi seperti SNI/SIH.




PRATIWI ASIA SUKSES BERSAMA © 2025.
All rights reserved.
pratiwiasiasuksesbersama@gmail.com